Tenganan termasuk salah satu tempat wisata favorit yang berada di wilayah timur Pulau Bali. Banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, yang menyempatkan waktu liburannya untuk berkunjung ke Tenganan. Salah satu daya tarik di desa tradisional ini adalah kultur masyarakat yang masih berpegang dengan teguh adat istiadat para leluhur. Hal tersebut tentu menjadi satu keunikan tersendiri ditengah-tengah fenomena modernisasi. Konsistensi masyarakat setempat dalam memegang budaya serta adat istiadat tersebut justru menjadi nilai jual utama bagi industri pariwisata di Tenganan.
Di wilayah Bali terdapat beberapa desa yang masih berpegang pada adat istiadat serta peraturan peninggalan leluhur dari jaman sebelum Majapahit. Selain Tenganan, ada juga desa Trunyan di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, dan desa Sembiran di Kecamatan Tejakule, Kabupaten Buleleng. Ketiga desa tersebut diategorikan dalam Bali Aga, yaitu istilah yang diberikan kepada desa-desa yang masyarakatnya masih berpegang teguh pada budaya dan peraturan leluhur.
Budaya dan adat istiadat leluhur bisa dilihat tidak hanya dari kebiasaan hidup masyarat setempat, tetapi juga arsitektur bangunan, baik rumah penduduk, balai pertemuan, hingga rumah peribadatan (pura) yang masih menunjukkkan ciri-ciri bangunan kuno, yaitu terbuat dari campuran material-material yang tidak lazim digunakan pada bangunan saat ini, terdiri dari batu merah, batu sungai, dan tanah. Ukuran bangunan juga relatif sama, dari satu rumah dengan rumah yang lain, terlihat tidak jauh berbeda.
Tenganan Desa Penghasil Kain Gringsing
Pada umumnya, penduduk setempat berpenghasilan sebagai petani padi. Namun, sebagian kecil penduduk ada yang berprofesi sebagai pengrajin. Hasil kerajinan yang dominan diproduksi oleh warga Tenganan antara lain anyaman bambu, ukir-ukiran, lukisan di atas daun lontar, dan kain tenun yang dikenal dengan naman kain Gringsing. Kain Gringsing ini merupakan kain tenun khas yang tidak diproduksi di daerah lain, sehingga desa Tengangan dikenal juga dengan nama Tenganan Pegringsingan. Salah satu ciri khas kain gringsing ini adalah teknik pembuatannya yang menggunakan teknik dobel ikat. Tenik ini hanya satu-satunya di Indonesia, sehingga kain tenun gringsing termasuk dalam kategori produk terbatas. Oleh karena itu, tak mengherankan jika produk kain gringsing menjadi terkenal di seluruh dunia.Tradisi Perang Pandan di Tenganan Bali
Budaya Perang Pandan
Ada tradisi yang cukup unik di desa Tenganan yang dilakukan setiap tahun, yaitu pada pertengahan bulan Juli. Warga setempat menggelar sebuah acara yang disebut dengan Mageret Pandan atau Perang Pandan, yaitu sebuah ritual yang melibatkan dua orang pemuda desa yang melakukan perang pandan, yaitu dengan saling menyayatkan duri-duri daun pandan pada punggung mereka. Sayatan tersebut akan menimbulkan luka yang sangat menyakitkan pada punggung mereka.Bekas luka ini akan diobati dengan antiseptik tradisional, dengan bahan umbi-umbian, dan akan sembuh dalam beberapa hari. Tradisi Perang Pandan dilakukan untuk melatih keberanian terutama bagi pemuda desa Tenganan, sehingga kelak akan tumbuh menjadi pemuda yang tidak gentar dalam menghadapi sakitnya perjalanan hidup. Saat acara ini digelar, desa tradisional Tenganan banyak dikunjungi oleh wisatawan dan tidak sedikit juga fotografer yang meliput acara ini.
Klik Daftar Tempat Wisata Di Bali untuk melihat informasi lain.
No comments:
Post a Comment
Silahkan memberikan komentar sesuai dengan materi artikel, menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dengan tidak menuliskan kata-kata singkatan tidak baku. Komentar yang hanya berisi satu atau dua kalimat saja akan dianggap sebagai komentar spam.