Arsitektur Keraton Yogyakarta
Arsitektur keraton ini merupakan yang terbaik pada jamannya, dan hingga saat ini pun masih menunjukkan kemegahan. Adalah Sultan Hamengkubuwono I yang menjadi perancang bangunan istana tersebut. Kepiawaian dan keahlian raja pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ini telah diakui oleh dua orang ilmuwan Belanda, yaitu Theodoor Gautier Thomas Pigeaud dan Lucien Adam. Tata ruang dan desain dasar bangunan keraton beserta landscape kota tua diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bentuk keraton yang ada pada saat ini sebagian besar merupakan pemugaran yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII.Secara umum bangunan keraton bergaya arsitektur jawa tradisional. Namun, pada bagian-bagian tertentu bangunan istana ini juga mengadopsi budaya dan arsitektur dari Portugis, Belanda, dan Cina. Setiap kompleks utama ketaton ini terdiri dari halaman, bangunan, dan pendamping. Setiap kompleks dipisahkan dengan dinding dan dihubungkan gerbang atau yang dikenal dengan sebutan regol. Arsitektur regol bergaya semar tinandu, yaitu sebuah gerbang yang memiliki atap trapesium dan hanya ditopang oleh dinding tanpa tiang penyangga.
Bangunan di setiap kompleks dirancang dengan arsitektur berkonstruksi joglo, dengan ciri khasnya atap berbentuk trapesium. Bangunan joglo tanpa dinding disebut dengan istilah Bangsal, sedangkan bangunan joglo yang tertutup dinding pada setiap sisinya disebut dengan istilah Gedhong. Atap joglo disangga oleh tiang utama, oleh orang Jawa disebut dengan Soko Guru, yang berdiri di tengah-tengah bangunan. Tiang-tiang penyangga joglo berdiri di atas batu alas yang disebut dengan Ompak. Pada bangunan tertentu terdapat Selo Gilang, yaitu batu berbentuk persegi yang menjadi tempat singgasana Sultan. Setiap bangunan di Keraton Yogyakarta memiliki kualitas berbeda, hal ini tergantung pada fungsi dan strata jabatan. Bangunan yang diperuntukkan bagi pejabat yang lebih tinggi memiliki desain arsitektur yang lebih rumit. Selain itu, bahan bangunan yang digunakan juga dari kualitas tinggi.
Tata Ruang Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta terdiri dari beberapa kompleks, yang telah diatur sedemikian rupa berdasarkan sistem sosial, ekonomi, dan geopolitik. Bagian utama keraton Yogyakarta berporos dari utara ke selatan. Berikut tata ruang bagian utama keraton, berturut-turut dari utara keselatan: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.Selain bagian utama, kompleks keraton Yogyakarta juga memiliki bagian-bagian lain, diantaranya adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana Putra Mahkota. Keraton tersebut dikelilingi oleh tembok Cepuri dan Baluwerti, yang merupakan bagian dari sistem pertahanan dan keamanan masa lalu. Diluar tembok pertahanan tersebut, terdapat beberapa bangunan lain yang juga terkait dengan keraton Yogyakarta, seperti nDalem Kepatihan, Pasar Beringharjo, Gedhong Krapyak, dan Tugu Pal Putih.
Baca juga artikel kami Sejarah Keraton Yogyakarta
No comments:
Post a Comment
Silahkan memberikan komentar sesuai dengan materi artikel, menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dengan tidak menuliskan kata-kata singkatan tidak baku. Komentar yang hanya berisi satu atau dua kalimat saja akan dianggap sebagai komentar spam.