Legenda Tampaksiring
Nama desa/kecamatan Tampaksiring diambil dari bahasa Bali, terdiri dari dua kata, yaitu Tampak yang berarti telapak, dan siring yang berarti miring. Secara harfiah, nama tersebut berarti telapak miring. Memang, menurut legenda yang beredar di masyarakat setempat, juga tertera dalam lontar Usana Bali, nama tersebut berasal dari bekas telapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa.Konon, Mayadenawa merupakan seorang raja yang sangat sakti dan pandai. Karena kesaktian dan kepandaiannya tersebut, ia menjadi lupa diri dan bersifat angkara murka. Bahkan arogansinya sempat membuat Mayadenawa bersikap seolah-olah sebagai Dewa, dan menyuruh rakyat untuk menyembahnya.
Bathara Indra yang mengetahui keangkuhan Mayadenawa kemudian mengirimkan balatentaranya untuk menghancurkan Raja angkara murka ini. Sang Raja yang merasa kalah kekuatan, kemudian melarikan diri ke dalam hutan. Untuk mengelabuhi para pengejarnya, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya.
Kawasan yang dilauinya kemudian dikenal dengan nama Tampaksiring atau telapak miring. Ternyata, para pengejarnya tidak terkecoh dengan taktik tersebut, dan akhirnya Raja Mayadenawa berhasil ditangkap. Namun, sebelum tertangkap, ia berhasil membuat mata air beracun yang mengakibatkan banyak kematian para pengejar. Bathara Indra kemudian menciptakan mata air penawar yang kemudian diberi nama Tirta Empul.
Sejarah Istana Tampak Siring
Pembangunan Istana Tampak Siring diprakarsai oleh Presiden Soekarno, dan pelaksanaan pembangunannya dilakukan secara bertahap, yang dirancang oleh seorang arsitek pribumi, R.M Soedarsono. Pembangunan dimulai pada tahun 1957, dan gedung pertama yang dibangun adalah Wisma Merdeka dan Wisma Yudhistira. Tempat dimana bangunan Wisma Merdeka berdiri, konon pernah ada bangunan peristirahatan milik Kerajaan Gianyar, Bali. Pembangunan dilanjutkan pada tahun 1958 dan baru selesai pada tahun 1963.Pada tahun 2003, ditambahkan gedung baru untuk kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN XIV. Selain itu, pada tahun yang sama juga dilakukan renovasi terhadap Balai Wantilan, sebagai bangunan tempat pagelaran kesenian. Untuk memberikan kenyamanan kepada para pengunjungnya, dibuatkan pintu masuk tersendiri, yang dilengkapi dengan beberapa bangunan khas Bali, seperti Candi Bentar, Koro Agung, serta Lapangan Parkir berikut Balai Bengongnya.
No comments:
Post a Comment
Silahkan memberikan komentar sesuai dengan materi artikel, menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dengan tidak menuliskan kata-kata singkatan tidak baku. Komentar yang hanya berisi satu atau dua kalimat saja akan dianggap sebagai komentar spam.