Untuk mencapai kawasan Kintamani, dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dari Denpasar dalam waktu kurang lebih dua jam, tepatnya di sebuah desa yang bernama Desa Kedisan. Area wisata di Desa Kedisan juga sering disebut Penelokan, dalam bahasa setempat berarti tempat untuk melihat-lihat. Memang, dari lokasi ini wisatawan dapat menikmati keelokan pemandangan Danau Batur berbentuk menyerupai bulan sabit dengan warna airnya yang kebiruan, dan latar belakang Gunung Batur.
Menurut wisatawan mancanegara, kaldera Danau Batur di Kintamani merupakan yang terindah di seluruh dunia. Di sini wisatawan dapat mengambil gambar dengan jepretan kamera untuk mengabadikan kunjungannya. Sudah pasti, berpose dengan latar belakang kaldera terindah di dunia tidak akan dapat dilakukan selain di Danau Batur Kintamani. Setelah puas dengan pemandangan alam dan menikmati udara segar khas pegunungan, wisatawan dapat melanjutkan lagi perjalanannya untuk mengunjungi dua tempat wisata lain di Kintamani Bali.
Pertama, melanjutkan perjalanan ke arah utara untuk mengunjungi Desa Batur, Kecamatan Kintamani. Di wilayah desa tersebut, terdapat pura tua, salah satu pura kahyangan jagat, yaitu Pura Batur. Konon, menurut Lontar Kesmu Dewa. Lontar Usana Bali dan Lontar Raja Purana Batur, Pura Batur sudah ada sejak abad ke-10 hingga awal abad ke-11, dan merupakan persembahan untuk Dewi Danu. Diperkirakan, Pura Batur dibangun pada masa Empu Kuturan.
Kedua, dari Desa Batur, kembali lagi ke Desa Kedisan, untuk selanjutnya melakukan penyeberangan melintasi Danau Batur dengan alat transportasi yang sudah tersedia menuju Desa Terunyan. Desa ini merupakan sebuah kawasan yang masih memegang adat istiadat dan peradaban kuno Bali.
Salah satu hal yang sangat unik dalam adat istiadat kuno Bali adalah upacara pemakaman jenazah. Di Desa Terunyan, pemakaman jenazah dilakukan dengan meletakkan jenazah tersebut di atas batu besar di bawah pohon (taru) menyan. Oleh karena itu, desa ini kemudian dikenal dengan nama Taru Menyan (Terunyan).
Ada tiga lokasi pemakaman jenazah atau oleh masyarakat setempat di sebut sema. Yaitu, Sema Wayah untuk menguburkan jenazah orang yang meninggal secara normal. Sema Bantas untuk menguburkan jenazah orang yang meninggal dengan cara tidak normal, misalnya dibunuh, bunuh diri, atau kecelakaan. Dan lokasi pemakaman terakhir adalah Sema Muda, untuk mengubur bayi, anak-anak, atau orang dewasa yang belum menikah.
Meskipun jenazah-jenazah di Desa Terunyan ini tidak dikubur, tetapi tetap tidak menimbulkan bau busuk, padahal tetap terjadi proses penguraian, baik oleh makro maupun mikro organisme. Hal ini disebabkan bau pohon kemenyan yang mampu menetralisir bau busuk pada mayat-mayat di bawahnya.
No comments:
Post a Comment
Silahkan memberikan komentar sesuai dengan materi artikel, menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dengan tidak menuliskan kata-kata singkatan tidak baku. Komentar yang hanya berisi satu atau dua kalimat saja akan dianggap sebagai komentar spam.